1. Di-ukur dari
“Tingkat Kesungguhan Hati”
Misal-nya si kaya menyumbangkan uang
100 Yen, si miskin pun menyumbang 100 Yen. 100 Yen yang di-sumbang-kan si kaya
bagai-kan se-helai bulu yang di-cabut dari 9 ekor lembu, se-balik-nya 100 Yen dari si miskin itu mungkin jatah makan-nya untuk
beberapa hari.
Oleh karena-nya tingkat kesungguhan
hati sangat jauh berbeda, biar pun sama-sama 100 Yen, sangat lebih besar-lah Amal yang di-beri-kan si miskin, karma benih Kebaikan
yang di-tanam jauh lebih besar.
Jadi terkadang si miskin
menyumbangkan beberapa puluh Yen akan lebih menang dari sumbangan beberapa ribu
atau ber-puluh ribu yang di-laku-kan si kaya.
Misal-kan pula, A dan B dengan
lingkungan hidup yang sama, memberikan sumbangan dengan jumlah yang sama pula,
namun A setelah memberikan sumbangan, hati-nya sering meng-ingat-ingat, ia ber-harap
segera men-dapat-kan imbalan dan sering punya rasa menonjolkan Pahala dan ia
senang akan hal itu.
Se-balik-nya B setelah menyumbang tidak pernah ada rasa menonjolkan Pahala,
tidak pula ada keinginan agar segera menerima karma, ia tetap rendah hati,
hemat dan hati-hati serta ulet bekerja.
Dengan demikian tingkat kesungguhan hasil A dan B ber-dua sangat jauh
berbeda, tentu saja karma yang mereka terima nanti-nya B lebih besar dan A.
Dalam Kitab Suci Buddha di-kata-kan: “Tempat yang tak ber-Pahala adalah
Pahala yang besar” arti-nya Orang yang ber-hati tanpa Pahala maka Pahala yang
di-kerja-kan adalah Pahala nan besar.
“Kesungguhan Hati” ialah “TITIK TOLAK”, titik tolak dengan hati welas
asih.
Bagi Orang yang cukup pembinaan iman-nya
dan laku akhlak-nya, titik tolak hati welas asih yang di-pancar-kan sangat-lah
jauh.
Setiap Kepala Sekte Agama yang
benar, setiap kali pada awal Kebaktian-nya pasti mempunyai harapan dari
keinginan yang sama, ialah “Menyeberangkan Umat-nya, menolong Umat-nya ter-bebas
dan Lautan kesengsaraan”.
Hati welas asih yang agung ini
adalah Pahala besar yang tak dapat di-nilai dan di-ukur.
Kini seluruh Kebaktian Agama Buddha
dan Tao, pada waktu Sembahyang semua Pahala Kebaktian tersebut di-limpah-kan
pada Umat-nya, me-mohon-kan perdamaian dunia, bebas bencana, panen baik agar Umat-nya
hidup tentram sejahtera. Ini pun perwujudan pancaran hati welas asih suatu
hakekat Pahala yang tak ternilai.
Bagi Orang yang mem-pelajari Buddhis
dan Taois, Pertapa yang ber-tekad meng-Amal-kan Kebajikan untuk merubah nasib Orang
agar lebih baik, harus memancarkan hati yang welas asih, bukan untuk diri-nya, tetapi
demi Orang banyak, dengan tekun dan ber-tanam sedikit demi sedikit, lambat laun
dengan sendiri-nya akan men-dapat-kan panen yang melimpah.