2. Di-ukur dari
“Tingkat Menerima Manfaat”
Misal-nya Kebajikan yang dilakukan A hanya seorang yang men-dapat-kan
manfaat-nya, sedangkan yang dilakukan B banyak Orang yang men-dapat-kan manfaat-nya,
tentu saja B lebih unggul dan pada A.
Misal-kan pula C seorang yang cara
hidup-nya tidak benar, gemar ber-judi dan perbuatan maksiat lain-nya, hutang-nya
setumpuk. Lalu A dengan uang-nya melunasi hutang-nya sehingga C tertolong dan
tuntutan hukum.
Se-balik-nya B dengan kata tutur-nya
memberikan pengarahan dan nasehat, sehingga C sadar dan ber-jalan di arah yang
benar, dan selanjut-nya C hidup bahagia.
A dan B sama-sama mem-beri-kan manfaat pada seseorang, menanam karma
baik, tetapi A hanya untuk sementara memberikan manfaat pada C, sedangkan B
untuk selama-nya memberikan manfaat pada C, jelas-lah pahala B lebih besar.
Jadi belum tentu hanya dengan “UANG”
baru-lah dapat melakukan Amal Kebajikan.
Ke-dua cara mengukur di atas itu masih di-titik-berat-kan pada “Titik
Tolak Hati”.
Tegas-nya, belum tentu hanya si kaya yang dapat ber-buat Amal, si miskin
pun asalkan dengan “KESUNGGUHAN HATI” melakukan-nya, hasil-nya akan melebihi si
kaya.
Jadi dengan “Mengeluarkan Hati”
lebih ber-harga dan pada “Mengeluarkan Uang”. Dan Yang Maha Agung juga
memberikan rahmat-Nya pada Orang yang dapat mem-beri-kan “KASIH”nya pada Orang
banyak.
lni-lah yang di-kata-kan bahwa “Yang
Maha Agung tidak memihak, yang penting ialah Moral dan Akhlak”, di-sini-lah
letak Maha Adil-Nya.
* * * * * * * * * * * *