BAB 7 -
MENGAPA PERBUATAN BAIK MEN-DAPAT HASIL KARMA
YANG TIDAK SE-BANDING DENGAN APA YANG TELAH DI-PER-BUAT
MENGAPA PERBUATAN BAIK MEN-DAPAT HASIL KARMA
YANG TIDAK SE-BANDING DENGAN APA YANG TELAH DI-PER-BUAT
Saya mempunyai beberapa Orang Teman
yang biasa-nya gemar menolong Orang, keluar uang keluar tenaga tanpa imbalan,
tetapi setiap Orang yang pernah di-tolong-nya, tak lama kemudian menjadi musuh-nya.
Setelah men-dapat-kan manfaat-nya, Orang
yang di-tolong bukan-nya ber-Terima kasih dan mem-balas Budi-nya, se-balik-nya
timbul rasa tidak puas, benci dan menyesal-kan-nya.
Beberapa Teman ini sering ber-tanya pada-ku, apa-kah sebab-nya ? Mengapa “Baik hati tidak men-dapat-kan
balasan yang baik ?”.
Buddha ber-sabda: “Tanam labu dapat
labu, tanam kacang dapat kacang”.
Pada Masa kini banyak menerima
kebencian dan dendam dan Orang lain, pasti-lah pada Masa yang lalu banyak mem-benci
dan men-dendam Orang lain.
Pada Masa kini giat mem-bantu Orang
lain, berarti telah menanam benih Kebajikan untuk Masa yang akan datang, ini
merupakan Karma yang baik.
Namun jangan-lah menyangka bahwa
diri Kita telah nenanam Kebajikan atau ber-Amal dan telah menolong Orang lain,
lalu meng-ingin-kan atau men-dapat-kan sesuatu imbalan dari-nya, cara ber-pikir
yang demikian itu sendiri adalah “SALAH”.
Para Arif dulu telah mengatakan :
“Menolong jangan-lah meng-harap-kan imbalan”.
Sekarang telah menolong Orang, berarti telah menanam benih Kebajikan,
jangan-lah ber-pikir bilamana-kah akan mendapatkan imbalan. Harus di-ingat
bahwa satu saat karma itu akan di-terima.
Pada Masa kini banyak men-dapat-kan kebencian dan dendam, pasti-lah pada
Masa yang lalu telah menanamkan benih “BANYAK MEM-BENCI DAN MEN-DENDAM ORANG
LAIN”, tentu akan men-dapat-kan karma yang sesuai.
Jika karma ini telah usai di-terima
berarti hutang ini telah lunas di-bayar-nya, maka benih Kebajikan yang telah di-tanam-kan-nya
pasti akan ber-buah.
“Ber-baik hati tidak men-dapat
imbalan baik”, hal ini pun dapat di-lihat dengan bentuk yang lain.
* * *
Aku mempunyai seorang Saudara Ipar
yang mem-buka 3 buah kios daging, dengan tekun ia berusaha dan dapat
mengumpulkan sedikit uang. Kemudian setelah mem-pelajari Agama Buddha, ia mulai
percaya akan Hukum Karma.
Ia sadar bahwa membuka kios daging
kurang baik, maka di-tutup-lah kios daging-nya dan mem-buka usaha cuci pakaian,
maksud-nya akan men-cuci segala dosa yang telah di-per-buat-nya dahulu, dan
sisa modal-nya untuk menolong Teman kongsi ber-dagang. Jadi ia benar-benar
mengarah ke Kebajikan.
Namun setelah ia “Sepenuh hati ber-Amal”,
tak lama kemudian Teman yang kongsi dengan-nya meng-gelap-kan uang dan
melarikan diri. Ipar-ku ini benar-benar sangat marah, hampir saja menjadi gila.
Ia tidak habis pikir, bagaimana mungkin
aku sepenuh hati ber-Amal, mengapa ber-baik hati malahan tidak men-dapat-kan
imbalan yang baik ?
Pada siapa saja yang di-temui-nya di-kata-kan
: “Dunia ini Orang yang baik hati tidak akan men-dapat-kan balasan yang baik,
uang yang ku-dapat dengan ber-susah payah dan untuk menolong Teman bahkan di-tipu-nya
habis-habis-an”. Dia sangat men-dendam, setiap saat ia me-mohon pada Po Sat,
agar Teman-nya yang buruk itu di-hukum patah kaki tangan-nya, menerima karma-nya
sekarang juga.
Semula aku tak acuh mendengar kabar
itu, ku-pikir Ipar ini kurang mengerti persoalan dan ter-lampau kejam. Tetapi setelah pada malam itu aku ber-samadhi, tiba-tiba dalam hati-ku ter-gugah
bahwa Ipar-ku ini pada waktu semula membuka kios daging telah menanam tidak
sedikit dosa, di-takdir-kan sudah bahwa pada hari tua-nya dan Masa yang akan
datang harus menerima karma buruk-nya.
Kemudian dengan sepenuh hati ia mem-pelajari Agama Buddha, sepenuh hati
ber-Amal. Ini-lah welas asih Po Sat (Bodhisatva), meng-arah-kan-nya merubah
kejahatan menjadi Kebaikan, men-dorong-nya ber-kongsi dengan Teman-nya yang
kemudian menipu uang-nya yang penuh ber-lumur-an dosa, se-lanjut-nya mengurangi
dosa-nya.
Betapa welas-nya hati Po Sat. Uang-nya
telah di-tipu, Ipar-ku ini se-harus-nya se-cepat-nya menyesali dosa yang lalu,
ber-Terima kasih pada Buddha-pun bahkan takut terlambat, mengapa ber-balik
mohon Buddha menghukum Orang lain ? Bukan-kah
ini menambah lebih berat dosa-nya ?
* * *
Penulis pun mengalami beberapa
peristiwa serupa “Ber-baik hati tidak men-dapat-kan imbalan yang baik”.
Di-sebab-kan Penulis dengan
sungguh-sungguh mem-pelajari Ajaran Buddha, selain di rumah sendiri melakukan Kebaktian
siang dan malam, sering pula melakukan-nya di Vihara, apalagi dalam Vihara ada Kebaktian
dan bahkan berusaha mem-baca Keng di mimbar, hanya dengan tujuan semoga Kebaktian
berhasil baik, semoga Umat yang banyak men-dapat-kan perlindungan ke-welas-asih-an
Buddha, ter-hindar dari malapetaka, semoga Negara panen baik, Rakyat sejahtera,
dengan sepenuh hati dan kesungguhan.
Tetapi setiap kali aku mengikuti Kebaktian, pasti akan menderita sakit
berat, misal-nya penyakit yang sakit sekali rasa-nya, bahkan banyak
mengeluarkan darah sampai ber-hari-hari. Gejala se-macam ini ber-langsung
selama 6 sampai 7 Tahun, pengalaman yang tidak menyenangkan.
Karena-nya aku menjadi sangat “Ber-pengalaman”, setiap kali usai Kebaktian,
pasti segera mem-per-siap-kan diri untuk sakit, perhitungan waktu pun cukup
tepat, tidak sampai 3 hari setelah Kebaktian pasti Penulis jatuh sakit.
Teman Ipar-ku dan beberapa Teman-ku
mengatakan bahwa aku “Ber-hati baik tapi tidak men-dapat-kan imbalan yang
baik”.
Alasan mereka ialah aku ber-janji
ber-titik tolak dengan hati yang baik, sepenuh hati dan penuh kesungguhan, yang
betul se-harus-nya jarang terserang penyakit, tak ada alasan kian banyak
penderitaan-ku.
Bukan-kah ini berarti hati baik
tidak men-dapat-kan imbalan yang baik ?
Bodhisatva tidak manjur ?
Ada pula yang secara diam-diam
mengatakan bahwa aku di-hukum Po Sat.
Ada pula yang mengatakan bahwa aku
telah mengetahui setiap kali mengikuti Kebaktian pasti jatuh sakit, tetapi
masih tetap mengikuti, bukan-kah ini lagi “Mencari penyakit”.
Sebenar-nya kata-kata mereka tidak benar, bukan hati baik tidak men-dapat
imbalan yang baik, bukan juga Po Sat tidak manjur, apalagi Po Sat meng-hukum
diri-ku. Apa-kah hal yang se-benar-nya ?
Hanya aku-lah yang mengerti, bahwa aku telah men-dapat-kan ke-welas-asih-an
dari Sang Buddha.
Sebab pada waktu muda-ku, aku tidak mengerti sehingga dengan senapan angin
mem-bunuh burung-burung, telah membuat dosa yang sangat besar.
Sesuai dengan Hukum Sebab Akibat, se-harus-nya aku menerima karma “Ber-umur
pendek” atau “Di-hukum dalam Neraka” atau “Mati karena sakit berat”.
Tetapi aku sadar pada saat-nya, dengan penuh penyesalan aku mohon
pengampunan di hadapan Buddha, dengan sepenuh hati belajar Agama Buddha dan
meng-Amal-kan-nya, mem-baca Keng dan me-lepas-kan Makhluk hidup.
Belasan Tahun tanpa henti-henti-nya hanya ber-harap hapus-lah dosa dan
tidak di-hukum dalam Neraka nanti.
Akhir-nya jerih payah-ku berhasil, aku men-dapat pertolongan welas asih
Buddha, selama beberapa Tahun telah beberapa kali ter-tolong dari malapetaka,
kesulitan besar namun tidak mati.
Dan se-lanjut-nya aku men-dapat petunjuk Buddha......... “Ber-usia
panjang dan ter-hindar dari bencana”.
Aku sangat ber-Terima kasih atas Budi
besar yang telah di-beri-kan Buddha, dan secara per-lahan-lahan dapat menyelami
berbagai maksud Buddha menolong Umat-nya.
Benar-lah: “Orang yang ber-niat baik, pasti di-lindungi THIAN ( TUHAN )”.
Dan dosa-ku “Mem-bunuh Makhluk hidup” sangat berat, tidak demikian mudah
dapat meng-hapus seluruh-nya, seperti di-kata-kan: “Hutang darah bayar darah”,
maka aku sendiri pasti akan mengalami kesengsaraan dan penyakit, hutang ini
lambat atau cepat harus di-bayar.
Lebih awal lebih baik, agar tidak
hari tua-ku menderita-nya, lebih-lebih harus menerima karma itu dalam Neraka
atau dalam siklus Kehidupan yang akan datang.
Maka Buddha telah mengasihani-ku, setiap kali aku mengikuti Kebaktian
pasti men-dapat-kan Karunia-nya, bukan saja meng-hapus-kan dosa-ku, bahkan mem-buat
aku lebih awal “Mem-bayar hutang-ku”.
Oleh karena itu, setiap kali Kebaktian
tak sampai 3 hari aku pasti sakit, setelah berlangsung 6-7 Tahun gejala ini
mulai meng-hilang. Keadaan kini sudah berbeda, setiap kali mengikuti Kebaktian,
bukan saja tidak jatuh sakit, bahkan badan terasa lebih segar, lebih ber-semangat,
ini jelas adalah Karunia Sang Buddha.
* * * * * * * * * *