C. Berhasil-kah Kita me-mohon pada Dewa dan
Buddha untuk men-dapat-kan rezeki dan harta ?
Me-mohon pada Dewa dan Buddha
agar di-karuniai harta
dan rezeki, bahkan me-mohon pangkat dan Anak, me-mohon Jodoh dan ter-hindar dari malapetaka, me-mohon kesembuhan dan
penyakit dan ber-usia panjang,
dan lain-lain dengan
pasti dapat-lah berhasil.
Tetapi me-mohon pada Dewa dan Buddha
itu ada syarat-nya.
“Syarat-nya” ialah
harus melakukan Kebajikan
dalam jumlah tertentu. Seperti telah di-urai-kan
di-muka, Tuan Yuen telah ber-sumpah di-hadapan Buddha akan melakukan 3.000 buah Kebajikan untuk men-dapat-kan kedudukan, kemudian ber-sumpah lagi me-laksana-kan 3.000 buah Kebajikan, kemudian terus melakukan Kebajikan tanpa me-mohon ber-usia panjang, ternyata ia men-dapat-kan panjang usia.
Di-lihat dari situ berarti
melakukan Kebajikan merupakan ‘Syarat” yang sangat
penting. Jadi walau pun Dewa dan Buddha welas asih, tetapi
tidak-lah sembarangan memberikan Berkah dan Karunia-nya pada Orang. Tegas-nya dapat-lah Kita lihat
bahwa Dewa dan Buddha tidak me-langgar prinsip Karma tentang Siapa ber-buat baik pasti akan men-dapat-kan imbalan yang baik”.
Jadi kesimpulan-nya Menanam
bibit baik men-dapat-kan buah yang
baik, menanam bibit yang buruk akan men-dapat-kan buah yang buruk pula” merupakan “KEBENARAN” yang abadi.
* * *
Ada sebuah
kisah nyata : Pada musim gugur yang lalu, aku ber-kunjung ke sebuah Kuil untuk melihat sebuah Upacara. Tatkala itu ada
seorang Ibu yang ber-nama Erl Ku sedang dengan
sujud-nya menyembah Dewa
Lu Co memohon rezeki.
Dewa Lu Co
menulis sebuah sajak yang berisi 5 buah kata pada-nya. Arti dan sajak itu kira-kira
menghendaki-nya se-cepat-nya melakukan Kebajikan besar, se-lebih itu tidak ada petunjuk lain.
Hal ini telah
menjadi buah pembicaraan Orang
di sekitar tempat itu. Kesimpulan mereka ialah bahwa Erl Ku mungkin akan
menghadapi malapetaka, karena-nya
mereka meng-usul-kan agar Erl Ku cepat mem-beri-kan “JANJI”, jika selamat di-lindungi Dewa, kelak akan
mem-beri-kan sajian untuk ber-Terimakasih.
Biasa-nya Erl Ku memuja Dewa.
Dengan cepat ia ber-lutut
di hadapan altar dan ber-janji. Se-usai itu lega-lah hati-nya dan dengan tenang duduk di-samping, seperti Orang lain yang duduk bersama-nya.
Erl Ku mengira
setelah ber-janji, maka
tidak perlu merasa was-was lagi, semua aral melintang akan di-hapus oleh Dewa Lu Co. Tetapi aku ber-pendapat bahwa persoalan-nya tidak se-mudah itu.
Aku tidak tega lalu ku-kata-kan pada-nya :
Lu Co meng-ingin-kan-mu ber-buat Kebajikan besar, pasti-lah ada sebab-nya. Jika Anda hanya ber-janji lalu meng-anggap urusan telah selesai,
mungkin hal ini tidak-lah akan menyelesaikan persoalan-nya, sebab “Ber-janji” bukan-lah berbuat Kebajikan”.
Kata-kata-ku ini telah membuat-nya tidak ber-kenan. Setelah menatap-ku, ia ber-kata : “Kamu Anak muda tahu apa ? Ber-janji tidak ber-guna ? Lalu apa-kah yang ber-guna ?.
Aku mengerti
banyak Orang lebih suka
men-dengar kata-kata
yang memuji. Aku telah menampar-nya”
pasti-lah ia tidak
senang.
Lalu ku-katakan pada-nya : me-lepas-kan Makhluk hidup adalah cara melakukan Kebajikan yang terbaik. Dapat-kah Anda di hadapan Dewa me-lepas-kan hidup-hidup beberapa ekor Makhluk ber-jiwa ? Jika dapat, hasil-nya akan lebih baik dari pada mem-beri-kan janji”.
Oleh karena Orang-orang di sekitar-nya tidak mendukung kata-kata-ku, tentu saja akhir-nya Erl Ku tidak meng-gubris kata-kata-ku, apalagi melakukan-nya. Peristiwa ini telah
lewat 20 hari, aku pun telah me-lupa-kan-nya.
Pada suatu pagi, aku datang kembali ke Kuil ini untuk melihat Upacara. Ter-dengar berita bahwa Erl Ku men-dadak sakit
keras, telah di-tolong di rumah sakit, namun gagal dan
ia pun meninggal dunia.
Berita itu
datang demikian cepat-nya,
siapa pun tidak men-duga-nya, maka ramai-lah lagi pembicaraan dalam Kelenteng itu. “Ia masih muda tapi telah tiada, usia-nya baru 50 Tahun, dua hari yang lalu
masih segar bugar”. Kata-nya
tatkala itu ada Orang
yang menyuruh-nya me-lepas-kan Makhluk hidup, ia merasa tidak senang. ”…..………”
Aku menarik
napas panjang. Seringkali Orang
mengatakan memuja Dewa dan Buddha adalah sebagai hal kepercayaan yang sesat.
Orang yang mengatakan “SESAT” pasti tidak mengerti “Kebenaran Keyakinan” yang terkandung di-dalam-nya. Bahkan Orang yang memuja-Nya
pun kebanyakan tidak mengerti “Kebenaran Keyakinan” yang di-kandung-nya serta Hakekat Perputaran Hukum Karma. Tak heran-lah bahwa Po Sat meng-anggap Manusia benar-benar perlu di-kasihani karena ke-tidak-mengertian-nya.
* * * * * * * * * * *