Halaman

KISAH NYATA A

A. Dengan Keinginan dan Tekad yang kuat, dengan Manusia sebagai faktor Pembuat nasib, menolong Perkawinan yang gagal dan bahkan menolong nyawa Suami-nya



Kisah ini terjadi pada 3 Tahun yang lalu, pada suatu senja yang mendung. Di-dalam tempat meramal-ku, ruang penuh dengan Tamu, di-antara-nya ada seorang Ibu muda yang ber-tubuh agak tinggi, wajah-nya nampak muram, ia duduk di pojokan tanpa ber-kata.


Waktu tiba giliran-nya, ia men-dorong pintu yang ber-kaca dan masuk ke-dalam ruang Tamu-ku. Ia memberikan se-carik kertas pendaftaran, aku mem-per-silah-kan-nya duduk.


Ku-perhati-kan kertas itu di-mana ter-tulis Nama-nya Wang Siauw Cen, ia ingin ber-tanya soal Perkawinan, tulisan-nya indah. Seperti biasa-nya aku tidak ber-tanya banyak pada Tamu-ku, ia pun tidak meng-ucap-kan se-patah kata pun lalu aku dengan cermat me-ramal-kan-nya.


Usai ramal, aku ber-kata: “Perkawinan-mu telah hancur, tak dapat di-tolong lagi”.


Mata-nya nampak memerah, tetapi tetap tenang dan secara hambar lalu ia ber-tanya: “Apa sebab-nya ?”.


“Sesuai dengan ramalan, kesalahan terletak pada diri Anda. Watak Anda keras dan berangasan, demikian pula perpecahan Perkawinan ini adalah atas keinginan Anda sendiri”.


Ia mengangguk dan mengakui bahwa dia-lah yang mengajukan Perceraian. Di-cerita-kan bahwa memang perangai-nya-lah yang sangat buruk, sering memarahi Suami-nya.


Kini pisah ranjang dan ia pulang ke rumah Ibu-nya telah 3 Bulan. Hati-nya sangat menyesal, ingin hati-nya rujuk kembali, tetapi ter-bentur pada ke-angkuh-an. Ia tidak berani mengambil inisiatif, ia pun takut kalau Suami-nya atau Orang dalam rumah tidak menyetujui-nya, maka ia datang meramal apakah masih dapat di-tolong.


Men-dengar cerita-nya, aku sangat simpatik. Aku mem-pelajari Peh Ji-nya, ternyata memang di-takdir-kan menyakiti Suami. Atas dasar ramalan ini, Suami-nya bila tidak cerai pasti ber-umur pendek. Aku hanya dapat meng-hela napas dan ber-gedek, sulit mem-bantu-nya.



Umum-nya Orang akan segera ber-pamit-an, tetapi Wanita ini tetap duduk dan ber-tanya: “Ada-kah cara untuk memperbaiki nasib ?”.


Ini pun sebuah pertanyaan yang sering di-aju-kan oleh ke-banyak-an Orang dan sebagai-nya biasa-nya aku pun men-jawab-nya : “Ingin dengan perbuatan Manusia memperbaiki nasib sangat-lah sukar, satu dalam seribu pun tak ada yang berhasil, mudah memang ber-bicara”.


Dalam hati-ku ber-kata : “Sudah-lah, se-baik-nya Anda menyerah saja”.


Tak ku-sangka dengan mata ter-belalak ia memandang-ku dan ber-kata : “Asalkan ada jalan, betapa pun sulit-nya akan ku-usaha-kan. Tolong beritahu aku”.


Ku-pikir, Anda hanya ter-bawa emosi sementara, mungkin Anda tidak mempunyai Tekad, maka aku ber-kata: “Ada jalan-nya, tetapi harus di-lakukan terus menerus tanpa henti-nya”.


“Harus di-lakukan dalam waktu berapa lama ?” tanya-nya.


“Anda tak perlu tanya berapa lama-nya, jika Anda mempunyai Kepercayaan lakukan-lah se-maksimal mungkin, hingga tercapai tujuan itu”, kata-ku.


“Baik-lah, akan ku-coba se-dapat mungkin” tukas-nya.





Maka, ku-terang-kan-lah tentang Hukum Sebab Akibat, pada pokok-nya Anda tanam benih apa, maka akan memetik buah apa, lalu meng-ajar-kan-nya agar mem-baca Ko Ong Kwan Se Im Keng se-banyak 1.000 kali, setelah ter-hapus sedikit dosa dendam-nya, kelak baru di-bicara-kan lagi.


Setelah lewat dua Bulan ia datang menemui-ku lagi, kata-nya : “Telah ku-baca lebih dan 800 kali, tak ada perubahan atas hubungan dengan Suami-ku, namun ada reaksi baik atas pekerjaan-ku. Biasa-nya aku tidak akur dengan Teman Sejawat, banyak Orang licik, Majikan pun tidak baik pada-ku, setelah mem-baca Keng tersebut, kini Rekan Kerja-ku ber-sikap baik, begitu pula dengan Majikan-ku, sungguh ajaib”.


Ku-jelas-kan pada-nya sedikit pun tidak aneh, Pahala-nya mem-baca Keng, telah mulai meng-hapus dendam yang agak ringan. Sedangkan soal dalam Perkawinan-nya adalah karma dendam yang agak men-dalam.


Se-lanjut-nya, Nyonya tersebut secara resmi memulai “Perjalanan panjang untuk menolong Perkawinan-nya”.


Dalam se-Tahun, tak sedikit Keng Buddha yang di-pelajari-nya, tanpa henti-nya setiap hari mem-baca, tak ter-hitung lagi jumlah-nya. Juga mulai ber-kenal-an dengan beberapa Nyonya yang lain, bila senggang pergi ke Vihara untuk mem-baca Keng, ikut ber-bakti dalam pekerjaan sosial, sering mengunjungi Panti Jompo, melakukan Kebaktian untuk Kesejahteraan Umum, sering me-lepas-kan Makhluk hidup. Pokok-nya setiap ada kesempatan ber-Amal pasti-lah di-lakukan-nya.


Tetapi ia tetap belum men-dapat-kan reaksi dari Suami-nya. Ia mulai agak tak sabar, timbul ke-ragu-an dalam hati-nya, namun Teman se-kelompok Pembaca Keng mem-beri-kan dorongan semangat, hingga ia tetap giat berusaha.


* * *



Suatu saat, dari Famili-nya ia men-dengar berita bahwa Suami-nya gagal dalam perdagangan, tidak lagi menjadi Majikan, tetapi menjadi Karyawan Staf Tinggi pada sebuah Perusahaan besar, dan sering terbang keluar Kota untuk tugas-nya, jarang sekali berada di Hong Kong. Untung-lah belum ber-kenal-an dengan Teman Wanita lain-nya. Ia tetap berusaha, tak mengendor sedikit pun.


Kira-kira se-tengah Tahun kemudian, pada satu malam ia menerima telepon dari Famili-nya. Walaupun gagal dalam perdagangan Suami-nya masih tetap me-rindu-kan-nya, pernah mencari keterangan tentang Kehidupan-nya. Ini sebuah berita baik.


Tahu-lah kini bahwa semua usaha-nya tidak-lah sia-sia, maka lebih rajin lagi dia berusaha.




Lewat se-bulan lagi, akhir-nya ia menerima telepon pertama kali yang di-beri-kan Suami-nya.


Mulai-lah kencan pertama sejak ber-pisah ranjang, sungguh tak mudah. Sejak itu, setelah melalui kencan beberapa kali, saling meng-hilang-kan ke-salah-paham-an ke-dua belah pihak, jarak antara mereka kian dekat, maka Nyonya Wang mengambil inisiatif men-cabut kembali gugatan cerai-nya di Pengadilan, ke-dua Suami Istri rujuk kembali.



Teman-nya meng-ucap-kan Syukur dan gembira atas hasil yang di-capai-nya. Namun cerita ini belum usai, justru di saat ke-dua Suami Istri ini akan rujuk kembali, ter-petik kabar bahwa Suami-nya men-derita penyakit kanker, dan melalui pem-bukti-an beberapa Rumah Sakit yang ter-kenal, penyakit-nya telah mencapai Tingkat yang gawat.


Hal ini tentu saja merupakan pukulan yang berat bagi mereka ber-dua. Teman-teman-pun ikut merasakan kesusahan ini.


“Apakah nasib-ku ini kian buruk ?” Nyonya Wang mencari-ku lagi.


Aku tidak ter-kejut akan gejolak yang di-hadapi-nya, ku-kata-kan : “Sesuai dengan Peh Ji Anda, ramalan menunjukkan bahwa jika Anda tidak cerai pasti mem-bawa kematian Suami, hal ini pernah ku-kata-kan pada-mu dahulu. Kini menjelang Anda rujuk kembali dengan Suami, menemui hal yang di-luar dugaan, ini mem-bukti-kan bahwa Anda belum se-penuh-nya mem-perbaiki nasib, usaha Anda selama se-Tahun lebih baru-lah men-dapat-kan se-tengah-nya”.


“Lalu se-baik-nya bagaimana kini ?” tanya-nya.


Kata-ku : “Dalam waktu satu se-tengah Tahun Anda telah mem-baca banyak macam Keng, telah banyak ber-Amal, me-mohon tak sedikit pada Po Sat.


Setelah berusaha demikian susah, perujukan kembali Perkawinan akhir-nya telah Anda dapat-kan, karma ini telah mem-bukti-kan bahwa aku tidak men-dustai-mu. Jelas telah menunjukkan; ini-lah jalan satu-satu-nya yang dapat di-tempuh. Se-baik-nya Anda terus lebih giat berusaha”.


* * *



“Soal-nya kini sangat gawat, aku tak dapat pangku tangan tidak menolong-nya, namun aku tak mungkin bisa meng-habis-kan waktu satu dua tahun lagi, sebab penyakit-nya tidak mungkin mem-beri-kan-nya umur se-panjang itu”, kata-nya dengan gugup.


Se-jenak ber-pikir, aku men-jawab-nya : “Kini soal-nya tergantung pada usaha Manusia, Anda boleh mohon dahulu pada Po Sat. Sebab hal-nya sangat gawat, Anda harus dengan sungguh-sungguh mem-beri janji di hadapan Po Sat, mohon ke-welas-an-nya, lalu sesuai dengan janji sendiri me-laksana-kan.


Perlu di-ingat bahwa janji harus ber-tolak dari Kesungguhan hati, di-laksana-kan sesuai dengan kemampuan diri sendiri dan se-cepat mungkin.


Ber-janji harus dengan maksud baik, bila janji terlampau muluk dan jika tidak dapat me-laksana-kan-nya berarti menipu Po Sat, ini lebih menambah dosa, jadi tentu-kan-lah sendiri soal janji itu”.


Setelah men-dengar-kan uraian-ku ia pamit tanpa ber-kata-kata.


Pada esok pagi-pagi benar ia telah meng-hadap Po Sat dan mem-beri-kan janji-nya. Ia ber-janji akan se-umur hidup ber-Amal baik, menolong Orang lain, mohon agar Po Sat menolong jiwa Suami-nya.


Waktu ber-janji ia mem-baca surat janji-nya, air mata-nya ber-derai di-kala ia mem-baca sampai kalimat yang menyedihkan, kesungguhan hati-nya jelas-lah sudah. Di-samping itu ia men-dorong Suami-nya dengan penuh Kepercayaan untuk ber-obat, pula lebih giat lagi mem-baca Keng dan setiap pagi-pagi benar telah meng-hadap Po Sat untuk Kebaktian, setengah jam kemudian baru berangkat kerja. Malam hari mem-baca Keng di rumah, dan Amal se-hari-hari kian giat.


Tetapi soal-nya masih ber-gejolak. Melalui beberapa Ahli yang ber-taraf Internasional, mereka mengambil kesimpulan diagnosa bahwa Suami-nya tak ter-tolong lagi.


Banyak Orang meng-goyang-kan kepala dan meng-hela napas men-dengar berita ini, kata-nya Po Sat sudah tidak manjur lagi, kasihan Nyonya Wang yang sia-sia usaha-nya.


Ini benar-benar suatu ujian yang ter-berat bagi Kepercayaan hati. Namun Nyonya Wang tetap teguh hati, giat berusaha. Ia masih harus menerima ber-bagai tekanan dari pihak Ibu-nya, ia menahan derita yang tak ter-tahan-kan dari ke-banyak-an Orang, kebulatan Tekad yang kuat ini-lah merupakan faktor Terbesar dan kesuksesan-nya.



Sangat kebetulan, di-kala saat yang kritis ini, ter-dengar berita ada Seorang yang Top Ahli di Dunia tentang penyakit kanker ber-kunjung ke Hong Kong. Maka dengan segala macam cara dan relasi serta koneksi, ia berusaha menemui Beliau.


Setelah berusaha keras baru-lah berhasil, dan Beliau dengan cermat memeriksa Suami-nya dan menyatakan bahwa masih ada cara untuk menyembuhkan Suami-nya dan Beliau akan melakukan-nya sendiri.


Ini-lah Karunia Buddha atas Kesungguhan hati dari Nyonya Wang, betapa besar welas asih-nya Sang Buddha.


Berkat pengobatan dari Ahli ini, Suami-nya ter-tolong dari maut. Nyonya Wang sangat ter-haru atas ke-welas-asih-an Buddha, demikian pula Para Teman se-Agama-nya.




Lalu dengan cara bagaimana ia mem-balas Kebaikan Sang Buddha ?


Jalan yang Terbaik ialah “Tak henti-henti-nya ber-Amal”.


Dengan langkah nyata memenuhi janji sendiri : “Menolong Orang yang sangat mem-butuh-kan bantuan dan selama hidup-nya ber-Amal”.



Kisah nyata ini telah usai, Nyonya Wang kini menjadi Orang yang ber-bahagia, penyakit Suami-nya telah sembuh, usaha-nya lancar.


Pengalaman-nya sejak awal hingga akhir hanya 3 Tahun, hal ini telah mengubah secara keseluruhan pandangan hidup-nya. Kini setiap hari ia memenuhi janji-nya, terus ber-Amal.


* * * * * * * * * *