C. Sebuah kisah
tentang Orang yang kurang teguh Tekad-nya,
putus di-tengah jalan
Di-antara Murid-ku ada seorang Pelajar
Putri yang ber-nama Chen Siau Jiu. Suatu malam, tatkala jam istirahat, ia menepak-ku
di ruang tamu laboratorium. “Pak Liu, ada-kah waktu senggang untuk meramal-ku ?”
tanya-nya. “Ada-kah hal yang luar biasa ?” ku-balik ber-tanya.
“Ada suatu urusan yang penting mohon
bantuan Bapak”, kata-nya agak gugup. “Hari ini tak ada waktu, baik-lah ku-janji-kan
waktu tertentu saja,” kata-ku.
Pada saat yang ku-tentu-kan, ia
datang bersama seorang Teman Pria ke tempat praktek-ku. “Se-tahun yang lalu aku menderita suatu penyakit yang aneh, telinga
kiri-ku tiba-tiba menjadi tuli, sedikit suara pun tidak ter-dengar. Dokter
telah memeriksa beberapa kali tanpa hasil, sebab gendang telinga-ku tidak ada
kelainan, namun tidak dapat men-dengar apa pun”.
“Apa yang hendak kau ramal ?”.
“Hal ini sangat aneh, aku ingin di-ramal
apa se-benar-nya sebab dari penyakit-ku ini?”.
Lalu aku-pun meramal-nya. Hasil
ramalan dengan jelas menunjukkan sumber penyakit itu. Ternyata se-tahun yang
lalu, ia telah melakukan suatu perbuatan yang bodoh, yang me-rugi-kan Moral dan
Akhlak, dan tempat-nya pada malam hari yang gelap di tegalan, di-mana hawa IM
sangat kuat, hingga terkena hawa Im yang kurang baik. ini yang pertama,
yang ke-dua ia telah meng-gugur-kan kandungan-nya, ini lebih me-rugi-kan
Moral dan Akhlak-nya, hawa IM yang buruk kian merasuk ke dalam dan menyerang
telinga kiri-nya, menyebabkan telinga kiri-nya tuli.
Hasil ramalan ini membuat-ku lama
tidak ber-kata, sebab ini adalah rahasia yang amat di-sembunyi-kan-nya, bagaimana
aku harus memulai ?
Mem-buka rahasia Orang lain bukan-lah
hal yang dapat di-lakukan oleh Orang yang ber-Moral tinggi, namun bila sama
sekali tidak mengatakan-nya, bagaimana mungkin menyadarkan-nya?
Setelah ber-diam agak lama, ku-putus-kan mengatakan-nya dan ku-harap-kan
ia segera sadar. “Nona Chen, akan ku-kata-kan hasil ramalan pada-mu. Ku-harap Anda
tidak kecil hati, jika ada maka di-cari cara mem-perbaiki-nya, se-balik-nya jika
tidak ada cukup di-dengar-kan saja” kata-ku.
“Pak Liu, kata-kan-lah apa ada-nya,
aku tidak ber-keberatan”. Dia agak kurang sabar menunggu, ber-kata dengan
sambil mem-belalak-kan mata.
“Dalam ramalan di-kata-kan Anda
pernah meng-gugur-kan kandungan, benar-kah ini?”. “Oh.... jadi dalam ramalan di-kata-kan
demikian?” ia terkejut, mata-nya ter-belalak lebih besar.
“Betul, dalam ramalan di-kata-kan
demikian” kata-ku dengan tenang. Ia ter-tunduk, mata-nya melihat ke bawah, muka-nya
agak memerah.
Sejenak kemudian, baru-lah ia
menengadah dan ber-kata: “Secara jujur, memang pernah begitu. Tetapi, apa-kah
hubungan-nya dengan telinga kiri-ku?”.
“Dalam ramalan di-tunjuk-kan bahwa Anda telah me-rugi-kan Moral dan Akhlak,
pernah meng-gugur-kan kandungan, hal ini me-mungkin-kan hawa Im yang buruk
merasuk. Jadi ada sebab dan ada akibat-nya. Itu-lah sumber penyakit-mu”, tetap
ku-kata-kan dengan tenang.
“Masih-kah ada jalan menolong, aku benar-benar
mohon bantuan Bapak”, ia mulai merengek. “Aku sendiri tidak berdaya. Jika Anda
percaya pada Buddha, mengapa tidak mohon bantuan Po Sat mengatasi-nya?” kata-ku.
“Segala-nya telah ku-minta bantuan-nya,
ya Buddha, minta ciamsi, Ahli Kebatinan, telah banyak minum berbagai air jimat,
tidak berhasil”.
“Bagaimana pendapat-nya Para Ahli Kebatinan
?” dengan heran ku-ber-tanya. “Masing-masing tak sama pendapat-nya, ada yang
mengatakan bahwa aku menyalahi Dewa, ada yang mengatakan bahwa itu takdir
bahkan ada yang mengatakan bahwa tatkala aku pergi ke Desa, melewati sungai
bayangan-ku ter-tangkap oleh Setan air, sehingga Roh-ku menjadi tawanan-nya.
Tetapi tak pernah ada Orang yang mengatakan bahwa aku pernah meng-gugur-kan kandungan”.
“Percaya-kah Anda pada pendapat-ku ?”
tanya-ku. “Bapak telah mengatakan dengan tepat , aku percaya.
Tolong-lah saya Pak Liu, aku
benar-benar memohon bantuan Anda”.
“Dari pada mohon bantuan Orang lain lebih baik mohon bantuan diri sendiri,
lebih dulu kau mohon bantuan Po Sat dalam hati-mu, hal ini lebih ber-manfaat dari
yang lain”.
“Bagaimana cara-nya ? Tunjuk-kan-lah pada-ku. Apa-kah setiap hari
mem-bakar dupa memuja-nya?”. “Tidak se-mudah itu”.
“Jadi bagaimana, mohon Anda memberi
petunjuk”. “Akan ku-ajar-kan kau mem-baca
sebuah Keng, setiap hari jika ada kesempataan baik ber-jalan, duduk atau
tiduran boleh kau mem-baca-nya, tidak boleh putus, ber-bulan dan ber-tahun-tahun,
dalam jangka panjang. Ada-kah Anda mempunyai Tekad ini ?” tanya-ku.
“Aku dapat melakukan-nya” dengan
tegas ia men-jawab.
Lalu ku-ajar-kan sebuah Keng yang pendek, khusus untuk meng-hapus dosa
dan mengusir hal-hal yang buruk. Di-sebab-kan ia pernah meng-gugur-kan
kandungan, jadi me-rugi-kan Moral dan Akhlak.
Ku-suruh ia me-lepas-kan Makhluk hidup dan di-usaha-kan se-banyak
mungkin, ia
menyanggupi semua-nya.
Di-samping itu, pada Altar Buddha
yang ada di rumah-ku sendiri, setiap aku selesai mem-baca Keng, pasti secara
sukarela ku-baca-kan Keng ini mohon bantuan Buddha menolong-nya.
Dalam Bulan Pertama, ia memang telah
2 kali me-lepas-kan Makhluk hidup dan mem-baca Keng.
Kira-kira 2 Bulan ber-jalan, ia menelepon-ku: “Mengapa belum berhasil ?”.
Ku-jawab: “Bukan-kah telah ku-kata-kan bahwa harus di-lakukan setiap hari tanpa
putus, baik sedang jalan, duduk atau tidur, selama ber-bulan-bulan, ber-tahun-tahun,
harus ada Tekad baru-lah bisa berhasil”.
Lewat lagi se-bulan dia menelepon-ku
lagi : “Pak Liu, dalam Dunia ini bukan-kah banyak yang melakukan aborsi sampai
ber-kali-kali, sedangkan aku baru sekali mengapa sudah se-berat ini dosa-ku ?”.
Ku-kata-kan pada-nya bahwa aborsi pasti
menerima karma-nya, cepat atau lambat.
Juga masih ada faktor lain, “masih
ada faktor lain apa ?” tanya-nya.
“Aku tak mempunyai kata-kata lagi,
telah ku-duga ia pasti sudah tidak sabar lagi, ku-ber-tanya: “Bagaimana kini ?”.
“Belum berhasil” jawab-nya.
“Ada-kah dalam beberapa Bulan ini Anda tetap mem-baca Keng ?” tanya-ku.
“Ter-kadang ku-baca beberapa kalimat”, jawab-nya.
Ya Tuhan, ‘ter-kadang mem-baca
beberapa kalimat’, hal ini berarti “Hati
tidak ber-Tekad”, bagaimana dapat berhasil ?
Jelas-lah bahwa ia telah mangkir
beberapa Bulan. Kalau begini, sia-sia-lah doa dan Keng yang setiap malam ku-baca-kan
untuk mem-bantu-nya.
Sepuluh ribu jalan timbul dari hati, bila sungguh-sungguh pasti bisa meng-gerak-kan
Dewa.
Ia telah lama tidak ber-sungguh-sungguh, lebih-lebih tidak ada Tekad,
bagaimana mungkin mengetuk hati Buddha untuk menolong-nya ?
Dengan diam-diam ku-kembali-kan Altar
Buddha, mem-benahi semua benda untuk mem-baca Keng yang khusus ku-sedia-kan
untuk-nya.
Peristiwa ini telah ber-lalu se-tahun
yang sudah, telinga kiri nona Chen masih tetap seperti dulu.
Bila Orang hendak merubah nasib perjalanan hidup-nya, bila ingin meng-hapus
dosa diri-nya, memang mudah di-ucap-kan, namun bila kurang Keteguhan, Kepercayaan
hati dan Tekad yang kuat dalam jangka panjang, akhir-nya ia hanya dapat mem-biar-kan
diri-nya di-atur oleh nasib, segala-nya “PASRAH”, tak ada jalan keluar sedikit pun.
* * * * * * * * * * *